Saya termasuk beruntung dikesempatan ini. Awalnya hanya menyimak rekaman webinar denagan tajuk Menjadi Guru Kreatif dan Konten Kreator di Era Digital yang digagas oleh Guru Inovatif yang diunggah ulang kedalam media sosial berbagi video. Meski saya menyimak tidak sampai akhir, saya tertarik untuk mengikuti akun salah satu pemateri yang saya lihat cukup menarik dari postingan-postingan yang ada dalam feednya. Barulah sekitar seminggu kemudian, dari akun yang saya ikuti ada update story yang mengabarkan dibuka Private Workshop terkait dengan Menjual Foto, Video dan Vector di situs microstock khususnya Shutterstock. Tanpa pikir panjang, sayapun mengikuti instruksi yang ada dalam caption pada visual post asli dari Private Workshop tersebut jika ingin mengikuti atau menjadi peserta workshop di dalamnya.
Berselang lama sesuai dengan tanggal bakal diumumkannya batch pertama, ternyata tidak ada nama saya yang tercantum disana. Terbukti, private workshop sudah berjalan tidak ada pemberitahuan apapun yang masuk ke-inbox ataupun PM yang masuk digawai saya. Selanjutnya, singkat cerita barulah di batch ke-2 saya diundang untuk mengikuti kelas Private Workshop ini yang terbatas hanya utuk 10 peserta saja. Well, hari yang ditunggupun akhirnya datang.
Mengenal Shutterstock
Saya yakin anda sudah pada tahu, atau minimal pernah dengar. iya, Shutterstock merupakan salah satu agensi global penyedia berbagai macam aset yang diibutuhkan oleh pekerja kreatif, mulai dari stok foto, vector, music, footage, logo, dan masih banyak lagi. Perusahaan ini didirikan sejak 2003 di New York, Amerika Serikat oleh John Oringer. Tercatat, pada tahun 2020 membukukan penghasilan sebesar USD 667 juta atau setara dengan 8,6 Trilyun jika mengacu pada kurs 13 ribu rupiah per dollar. Pendapatan tersebut menjadi bukti nyata bahwa Shutterstock memanglah menjadi salah satu agency stok yang terbesar saat ini dengan lebih dari $ 1 milyar yang telah terbayarkan kepada para kontributor sejak 2003. lebih dari 60.000 kontributor dari 100 negara yang telah bergabung. Lalu, seberapa besar sih yang dibayarkan untuk contributor disetiap ada aset yang terjual. Setidaknya ada 6 level tingkat yang terpisah, mulai dari 15% - 40% dari harga yang diterima Shutterstock. Semakin banyak pelanggan yang membeli dari portofolio anda semakin cepat pula level naik yang secara otomatis juga menaikkan prosentase yang diperoleh disetiap sales yang terjadi.
10 Peserta di Bacth-2
Sebenarnya kalo dihitung sih lebih ya. Ada sekitaran 12. Dari keseluruhan peserta yang ada, saya adalah satu-satunya peserta yang belum pernah memiliki akun sebelumnya di Shutterstock sebagai kontributor. Meski demikian shutterstock bukanlah situs yang asing bagi saya. Karena sudah terlalu biasa menjadikan situs ini sebagai salah satu rujukan mencari inspirasi maupun resources dalam mendesain. Untuk menjadi seorang kontributor, inilah yang ingin sekali saya ketahui dari pengalaman-pengalaman seluruh peserta juga tentunya dari mentor kelas Private Workshop ini sendiri. Private Workshop ini dimentori oleh mas Bagus Satria A.Z yang memang sudah berpengalaman dalam hal ke-microstockan. Wabil khususnya ya di Shutterstock ini. Temen-temen bisa mengikuti akun instagramnya di @bagusaz
Setelah sesi perkenalan masing-masig peserta selesai, baru saya ketahui bahwa peserta yang ada di batch kali ini tersebar dari berbagai kota yang tidak hanya dari pulau Jawa saja. Kebanyakan dari mereka juga telah memiliki pekerjaan tetap, meski ada sebagian yang masih menempuh Pendidikan tinggi. Dari perkenalan yang dilakukan oleh tiap peserta, mereka sebelumnya telah memiliki dan aktif menambah portofolio di akun shutterstock, dan tentunya sudah pada pernah merasakan cuan paling sedikit sesuai dengan minimal payout yang ditetapkan oleh Shutterstock. Akan teapi kendala terbesar yang saya tangkap dari peserta-peserta yang ada adalah konsistensi serta trik menghadapi rejectkan dari asset-aset yang mereka kirimkan masih banyak yang belum maksimal dalam meresponnya. Sehingga kebanyakan asset hasil reject dibiarkan begitu saja. Kemudian, asset-aset yang telah disapprove juga masih banyak ditemui kurang maksimalnya dalam memberikan deskripsi serta keyword yang mendukung. Hal ini berdampak pada sales yang rendah dari setiap portofolio yang dimiliki oleh peserta yang mala mini tergabung kedalam Private Workshop. Lalu apa saja yang bisa saya pelajari dari keiatan semalam yang digelar via google meet? Setidaknya ada 3 hal besar berikut
1. Maksimalkan Description dan Keyword
Seperti yang dipaparkan oleh mas mentor mala mini, kebanyakan peserta terlebih yang malam itu portofolionya dibedah sebagi studi kasus memiliki kelemahan bukan pada segi kualtias konten atau asset. Melainkan dari sisi optimasi seo yang ada dalam deskripsi dan keyword yang digunakan masih sangat lemah. Sehingga berdampak pada rate sales yang sangat rendah. Oleh karenanya, mas mentor menyarankan untuk memaksimalkan deskripsi yang diberikan 200 jatah kata agar dimanfaatkan seluruhnya. Serta untuk sisi keyword, dari jatah 50 kata juga harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Bahkan disarankan untuk menggunakan website pihak ketiga yang khusus membantu memilihkan keyword yang cukup kuat yang sesuai dengan asset yang akan kita jual. Sehinga keyword yang nantinya dipasang bener-bener powerful sehingga berpotensi menambah besar kemungkinan sales yang terjadi.
2. Trik Jitu Menangani Aset Yang Kena Reject.
Ternyata, asset yang ngga lolos review dari tim Shutterstock masih dapat diotak-atik agar bisa disubmit kembali untuk menambah portofolio serta berpotensi ter-approve oleh tim reviewer. Dari trik yang disampaikan kebanyak untuk mengatasi karya yang direject dengan alas an Similliar, Noise, dan Focus. Dari ketiga kendala tersebut, mas mentor blak-blakan membongkar rahasia dapurnya yang selama ini hamper disetiap grup-grup microstocker sangat tidak mungkin sekali dibongkar. Keen dah pokoknya. Mengingat, private workshop ini tanpa dipungut biaya sepeserpun lho, yang alias 100% gratis. Hmmm…semoga ini bisa menjadi lading pahala bagi mas mentor ya, aamiin.
3. Mulai saja dengan yang ada, dan dari yang sederhana
Inilah point yang mungkin tidak banyak yang menangkap hal tersebut dari yang dipaparkan oleh mas mentor. Di sesi tanya jawab awal, sengaja saya mengajukan pertanyaan terlebih dahulu. Mengingat satu-satunya yang belum pernah submit, bahkan juga baru punya akun shutterstock sekitar 12 jam sebelum private workshop ini dilangsungkan. Saya menanyakan terkait pengalaman mas mentor diawal-awal submit aset. Intinya, lakukan saja (submit) apapun karya yang ingin kita jual. Yang terpenting mengetahui fundamental karya yang akan kita kirimkan, apakah kategorinya masuk komersil atau editorial. Harus paham juga, terkait dengan tambahan dokumen model release jikalau memang karya itu adalah karya editorial yang ingin dijadikan karya komersial.
Bagaimana Cara Mendaftar Menjadi Kontributor Shutterstock
Sebelum kegiatan private workshop dimulai, saya sendiri sudah mencoba untuk membuat akun di shutterstock sebagai kontributor dengan cara browsing untk mengetahui langkah-langkahnya. Dan akhirnya alhamdulillah berhasil, berikut ini yang saya lakukan :
- Akses halaman pendaftaran sebagai kontributor di submit.shutterstock.com atau klik DISINI
- Kemudian klik sign-up pada pojok kanan atas
- Isi data nama lengkap, nama pengguna, email dan password. Jangan lupa klik cntang pada box dan klik next, dan done
- selamat, akun contributor shutterstock anda berhasil dibuat, silahkan buka inbox email untuk verifikasi. Selanjutnya tinggal upload-upload karya yang ingin dijual.
ismanadi.
---
Sumber :
- situs dan channel YT Shutterstock.com
- disarikan dari materi private workshop
- thanks to Chris Curry