Sejujurnya
inilah salah satu pameran lukisan yang saya tunggu-tunggu untuk segera bisa
saya kunjungi. Meski sebenarnya saya tak punya alasan khusus kenapa pameran
tersebut saya tunggu. Yang pasti, ada salah seorang teman saya yang
berkesempatan ikut serta secara sahih
sebagai pesertanya. Tak lain beliau adalah Mister Rizka Roniawan, Good job
bro!.
Saya
berkesempatan mengunjungi pameran ARTEASTISM (25-28 Nopember 2014) yang dihelat
di Gedung Sasana Krida Universitas Negeri Malang pada hari kedua, maklum telat
karena tersilaukan dengan bejibunnya tugas penyusunan BPU RKJM Prodep di
sekolah. Tepatnya saat itu hari Rabu, 26 Nopember 2014 pukul 14.15 WIB selepas
bel sekolah saya meluncur ke TKP dengan mengendarai motor tua saya si ADELHA
(Astrea Delapan Puluhan) dan berbekal kamera saku yang tinggal satu bar
indicator baterainya sampailah saya ditujuan. Tidak ada yang istimewa di luar
area pameran yang hanya dimeriahkan oleh beberapa deret umbul-umbul vinyl kira-kira
berukuran 2,5 x 0,8 M dengan dominasi warna merah yang menyala. Saya pun
menghampiri meja buku tamu dengan disambut senyum ramah mbak-mbak berkaos merah
dengan tulisan putih besar ARTEASTISM, belum selesai saya mengisi buku tamu,
mbak yang berkaos merah dan berambut panjang itu nyeletuk, “Pak, Nanti tasnya
(Backpack yang saya pakai) tidak boleh dibawa masuk ya, taruh di sini saja”, seraya menunjukkan
tempat yang sudah dihuni oleh beberapa buah tas secara lesehan. Dalam hati saya
timbul pertanyaan yang terpampang nyata, why?
Saat di
dalam area display karya, pertama kali saya menghampiri tulisan cetak yang
dihiasi dengan ilustrasi patung kendedes seperti mural di gedung E8 dulu. 2
paragraf tulisan terebut merupakan semacam sekapur sirih dari 2 orang curator yang
mampu menjadi panduan saya untuk sedikit mengerti dengan tajuk besar pameran
ini yaitu ARTEASTISM. Lukisan pertama yang saya amati berada di pojok kiri dari
pintu masuk, sebuah lukisan realis yang sangat apik dengan tehnik plakat yang halus. Belum selesai saya
menikmati karya tersebut, dari pintu masuk ada seseorang yang melambaikan
tangannya, yang saya amati seakan-akan mengisyaratkan saya untuk mundur.
Sayapun merespon dengan mendatangi beliau sambil menjabat tangannya, dan
terdengar suara pelan dari lisannya “agak mundur mas!” sontak sayapun kaget karena
saya kira beliau masih ingat saya (kalo saya masih ingat, karena beliau adalah
dosen keramik Mr. Ponimin), eh ternyata posisi saya melihat karya tadi off side
alias melewati garis batas yang dipasang dilantai, saya hanya tersenyum dan
berucap “Mohon maaf pak”, dan beliau hanya menjawab dengan senyum khas berbalut
kumis tebalnya seraya berlalu dari hadapan saya.
Andi Harisman - Paradise (2014) - Drawing |
Sudah
sepuluh lukisan berlalu dari pandangan saya, yang kesemuanya hanya mampu
mengusik dan meyilapkan mata sayup ini dengan kemahiran teknik yang ditampilkan
oleh para seniman di atas kanvas masing-masing, namun belum ada yang ingin saya
apresiasi lebih lanjut karena saya masih mencari disebelah mana display karya
dari teman saya. Sayapun bergegas pindah
tempat sembari menatap di kejauhan terdapat beberapa karya instalasi yang tak
juga membuat saya ingin mendekat. Akhirnya langkah saya terhenti dibaris
kesebelas dari display lukisan yang digantung pada dinding semi permanen dengan
lampu sorot yang cukup mendukung. Mata saya memandang 4 buah karya dalam
masing-masing frame yang ditata simetris, saya cukup familiar dengan goresan
dan komposisi warna dari karya yang saya lihat itu, dan benar saja pada etiket
karya tertulis nama Mr. Andi Harisman. Well, bapak dosen seni lukis saya yang
satu ini masih juga istiqomah dengan karya-karya drawingnya.
R. Roniawan - Pesona Merah Jambu- Acrylic on Canvas |
Derap
langkah saya di dalam gedung megah yang belum begitu dipadati pengunjung itu
mengantar saya pada display lukisan pada urutan ke-20 dari alur yang saya
pilih. Inilah karya yang saya cari, karya dari bapak Danton alias Rizka
Roniawan. Karya yang berjudul Pesona Merah Jambu (2014) yang saya perkirakan
berukuran 1 x 1,5 M menampilkan 3 objek utama yakni buah pisang, boneka teddy
bear (menurut saya) dan bulan sabit (sepertinya berwarna merah jambu). Membaca
judulnya saja pikiran saya langsung teringat pada lagu Kla Project yang bejudul
Tak Bisa Ke Lain Hati. Entah apakah ada korelasi antara lukisan ini dengan lagu
tersebut, tapi 2 hal yang pasti, teman saya ini (menurut saya) juga termasuk
Klanese (fans Kla Project) dan di lirik awal lagu tersebut tertulis “Bulan
Merah Jambu, Luruh di Kotamu….” Nah berdasar dua fakta tersebut saya jadi
“curigation” alias curiga hehe, jangan-jangan sang seniman yang satu ini
terinspirasi dari seseorang yang semanis, selembut, seimut, selucu dan
ngegemesin seperti teddy bear, yang seseorang itu mampu menjadi sumber kekuatan
dan penghilang stress serta penjaga mood yang baik seperti halnya pisang yang
mengandung banyak karbohidrat serta kalium sebagai sumber elektrolit dan
mengandung pula vitamin C dan flavonoid yang bersifat sebagai anti oksidan. Lalu,
bulan sabitnya bermaksud apa? Menurut hemat saya bisa jadi sang seniman sedang
menunggu seseorang itu hingga satu purnama lagiJ.
Terlepas
dari maksud dan gagasan yang ia (seniman) komunikasikan, saya cukup terhibur
dengan karya ini, meski sebelumnya juga pernah saya apresiasi ketika Mr.
Roniawan juga sebagai peserta Exhibition Gusar Lumat di Sanggar Raos Kota
Wisata Batu. Satu hal yang mengganggu kenyamanan saya adalah adanya 2 buah
rectangle yang menjadikan Tarik menarik dalam visual yang saya dapatkan antar 3
objek utama yang mengganggu pusat
perhatian saya pada lukisan tersebut, untuk meleburkan objek-objek yang ada menjadi
satu kesatuan yang mampu mengantar saya menemukan suatu narasi dari gagasan
yang ingin seniman kemukakan. Yang pasti saya ucapkan selamat kepada Mister
Rizka Roniawan yang telah lulus kurasi untuk turut serta berpameran dalam
ARTEASTISM, semoga menjadi tambahan pundi-pundi pengalaman berkesenian sebagai
portofolio yang baik untuk menyongsong dan menjadi bagian dari motor munculnya
perupa-perupa daerah timur yang lebih berkualitas.
Ponimin - Kekokohan Asmara Panji (2014) |
Akhirnya
sayapun menyudahi mini tour di area pameran ARTEASTISM, terlebih kamera saku yang
saya bawa telah auto shutdown karena kehabisan daya baterai dan saya hanya
berhasil membidik 12 kali sasaran potret. Sambil mengambil tas yang sedari tadi
lesehan di samping meja buku tamu, saya meningaalkan Sasana Krida dengan
diiringi puluhan penari perempuan yang duduk renyah di serambi timur gedung
yang saya amati sedang persiapan kostum. Entah ada pementasan apa setelah ini
yang pasti saya pulang dengan 2 hal yang terasa kurang dari penyelenggaraan
pameran ini, yakni; 1). Tempat tas yang lebih representative beserta nomor
penitipan tas, untuk menghindari hal-hal yang mungkin bisa merugikan panitia
dan pengunjung. 2). Katalog pameran yang dicetak terbatas (karena saya Tanya
mbak penjaga, katanya sudah habis) bisa disiasati dengan katalog versi digital
yang bisa diunduh pengunjung secara mandiri dengan menampilkan alamat
unduhannya melalui QR code/barcode yang terpampang di dinding kuratorial akan
lebih artistic dan semakin memanjakan pengunjung untuk mendapatkan katalog
pameran bagi meraka yang tidak sempat hadir pada waktu pembukaan. So, itulah sepenggal
gelaran pameran ARTEASTISM yang saya rangkum singkat dari pandangan mata sayup
yang kemarau panjang dengan pengalaman estetis ini. Salam budaya. Didik
Ismanadi – Guru (Seni) Swasta Biasa.
Isa Ansory - Heard In The Bathub (2012) Acrylic On Canvas |